Kamis, 14 Oktober 2010

BUKU VERSUS TEKNOLOGI

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) kembali dirayakan setiap bulan Mei, sebagai bentuk pemeringatan akan lahirnya sang tokoh, Ki Hadjar Dewantara. Beberapa pengamatan yang dilakukan oleh lembaga sosial masyarakat bidang pendidikan, maupun lembaga resmi pendidikan seperti Universitas. Banyak yang menyoroti kondisi memprihatinkan dari sekolah di luar kota besar. Jarak tempuh bersekolah yang terlalu besar, guru yang mengajar hanya sewaktu-waktu (bahkan tanpa kompetensi dalam menjadi pendidik) sampai dengan ketersingkiran informasi dari dunia luar (salah satu hal yang paling jelas adalah akses dalam mendapatkan buku pelajaran).

Buku merupakan salah akses utama dan mendasar dalam pembelajaran. Penulis melihat sangat banyak pemerhati pendidikan, yang menyesali permasalahan buku masih terus berlanjut. Beberapa masyarakat perkotaan, memanfaatkan kesulitan dalam memperoleh informasi dengan menggunakan akses teknologi. Perkembangan teknologi informasi berkembang pesat, salah satu situs yang paling banyak digunakan adalah google.

Penerimaan Informasi Melalui Teknologi
Perkembangan teknologi dalam pendidikan turut digunakan dalam penggunaan jardiknas (jaringan pendidikan nasional). Jardiknas digunakan salah satunya untuk menyebarkan buku elektronik (e-book). Bagaimana aplikasi penggunaan jardiknas dalam kehidupan sehari-hari, terutama praktek di lapangan oleh para pendidik? Apakah hal tersebut sudah bersifat solusi?

Permasalahan buku sebagai ilmu pengetahuan, ternyata tidak hanya berhenti sampai proses tersebut. Karena permasalahan dalam pemerintahan yang terjadi dalam buku pelajaran, buku tidak bisa dimanfaatkan terus menerus berkelanjutan untuk adik-adik kelas. Sehingga dari tahun per tahun pengeluaran untuk buku dari orang tua untuk anaknya terus menerus terjadi, bahkan jumlah dalam nominal terus meningkat.

Beberapa praktisi pendidikan mengatakan, peran buku tidak dapat digantikan dengan teknologi. Seperti salah satu slogan dalam World Book Day (WBD) Indonesia :”BANYAK HAL YANG NGGAK BISA DICARI MELALUI GOOGLE. BACA BUKU DONG.” Dengan menggunakan buku, seseorang akan merasa dengan mudah untuk mempelajari dan saling mendiskusikannya. Terlebih penggunaan akses buku lebih bisa diterima dikalangan masyarakat Indonesia. Mungkin dikarenakan kondisi Indonesia yang terdiri atas negara kepulauan, dan daya tangkap masyarakat yang butuh perhatian pada pendidikan.

Catat saja dalam pemilu legislatif lalu, walaupun dengan menggunakan biaya besar, tenaga ahli dan penyediaan fasilitas komputer. Proses input yang terjadi pada tabulasi nasional sangat lama, bahkan mengalami banyak kendala. Dalam satu kasus lain di daerah pedalaman di daerah Jawa Barat, ketika kelurahan mendapat program komputerisasi. Fenomena yang ada dari staf kelurahan tersebut, belum bisa menggunakan teknologi tersebut. Hal tersebut membuktikan secara sederhana belum ketersiapan penggunaan teknologi di beberapa daerah.

Bagaimana sebaiknya menyiasati kebutuhan buku di Indonesia? Apakah kembali dengan teknologi? Dari teknologi tersebut, apakah hasilnya harus dicetak dan diprint untuk disebar luaskan? Lalu, apa perbedaan dengan buku? Hal tersebut merupakan tugas pengembanan negara dalam menyambut Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Selamat berproses...!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar