Rabu, 13 Oktober 2010

Jelajah Pendidikan Luar Negeri

Pergi ke luar negeri apalagi bisa studi disana merupakan impian banyak orang. Fenomena saat ini banyak negara-negara banyak masuk ke Indonesia untuk menawarkan pendidikan di negaranya. Lalu, bagaimana pendidikan luar negeri tersebut dan apa yang harus dipersiapkan? Jangan sampai akhirnya hanya sekedar menjadi gengsi belaka.
Melanjutkan studi ke luar negeri bukanlah hal baru. Namun, menilik jumlahnya, kecenderungan itu makin menguat. Kemajuan teknologi dunia maya, pengaruh globalisasi yang tak lagi mengenal batas seolah membuat pergerakan orang secara fisik untuk semakin menimba ilmu untuk memperkaya pengetahuan yang didapatnya. Banyak alasan lain yang membuat mereka memutuskan mengambil kuliah di luar negeri, sebut saja: karena jaminan akan dapat bekerja di luar negeri, faktor kenyamanan dengan fasilitas berlebih yang didapat di luar, mendapatkan sertifikat atau menjadi lulusan Perguruan Tinggi dengan peringkat dunia, dan juga ada salah satu fakta kenyamanan atau masalah ekonomi dan politik yang membuat beberapa orang menjadi gusar untuk menimbanya.
Gejala semakin pesatnya perkembangan masuknya Universitas luar negeri masuk ke Indonesia sebenarnya sudah mulai dapat dilihat beberapa tahun belakangan ini. Selain negara-negara Eropa, Amerika, dan Australia, negara-negara Asia Tenggara kini juga sering melakukan pameran pendidikan guna menarik minat pelajar Indonesia, terutama dari Singapura dan Malaysia. Hal tersebut menggambarkan pasara bebas dunia pendidikan sudah dimulai. Terlebih negara-negara Asia Tenggara yang menawarkan pendidikannya mempunyai keuntungan karena budaya yang tidak jauh berbeda dan bisa mendapatkan sertifikat sama seperti di Eropa,Amerika,Australia dengan belajar di negaranya.
Pilihan Pendidikan
Bukan hal yang mudah menentukan perguruan tinggi mana yang layak dipilih calon mahasiswa. Soal kualitas universitas, biaya pendidikan, dan kemampuan diri sendiri harus menjadi pertimbangan utama. Perguruan Tinggi dalam negeri yang juga mempunyai rekor dunia seperti Universitas Indonesia, ITB atau UGM atau perguruan tinggi luar negeri?
Bagi mereka yang sejak awal memilih untuk melanjutkan studi ke negeri orang, berbagai penyelenggaraan pameran dan seminar pendidikan luar negeri bisa menjadi sarana untuk "berbelanja", setidaknya sekadar "cuci mata" untuk melihat Universiats apa yang akan dipilih. Sayangnya, tak jarang calon mahasiswa tak punya banyak waktu untuk membuat perbandingan sehingga saat tenggat waktu pendaftaran universitas semakin mendekat, pilihan yang dibuat bukan yang paling tepat. Terlebih waktu pendaftaran dan pengumuman universitas luar jauh lebih cepat dibandingkan perguruan tinggi yang ada dalam negeri.
Segi biaya juga menjadi sorotan tersendiri bagi calon mahasiswa, baik biaya untuk kehidupan sehari-hari, akomodasi maupun kuliah itu sendiri. Tentunya menjadi pertimbangan yang begitu masak. Sehingga tidak heran beberapa universitas menyediakan akomodasi asrama bagi calon mahasiswa yang ingin melanjutkan studi di tempatnya. Salah satu hal yang kerap menjadi kerisauan orangtua ketika mengirim anaknya bersekolah ke luar negeri adalah urusan akomodasi. Amankah tempat tinggalnya? Jauhkah letaknya dari kampus? Nyamankah kamarnya untuk belajar? Bagaimana lingkungannya? Perguruan Tinggi-pun pada akhirnya teridentik hanya sanggup untuk dilakukan keluarga yang keberadaan ekonominya sudah mapan. Hal tersebut mungkin tidak terkendala masalah bagi calon Mahasiswa yang sudah dipastikan mendapatkan beasiswa di tempat universitasnya kelak. Biaya pendidikan yang terus meroket, apalagi jika mata uang negara yang bersangkutan lebih sering menguat dibandingkan dengan rupiah, kerap kali bergerak tak sejalan dengan penghasilan orangtua di dalam negeri. Apalagi jika perguruan tinggi yang hendak dipilih adalah universitas swasta, ternama, dan menjadi incaran calon mahasiswa dari berbagai belahan dunia.
Ambil contoh Harvard University yang menjadi perguruan tinggi nomor satu di AS dan juga urutan teratas di dunia, misalnya, mengutip biaya kuliah untuk mahasiswa internasional pada tahun ajaran 2007-2008 mendatang sebesar 35.000 dollar AS (Rp 315 juta) setahun. Ini masih belum termasuk akomodasi yang mencapai hampir 11.000 dollar AS (Rp 99 juta), juga biaya hidup dan asuransi yang mencapai 7.800 dollar AS (Rp 70 juta). Artinya, dalam setahun, orangtua harus siap dengan hampir Rp 500 juta untuk biaya kuliah S-1 (undergraduate) atau Rp 2 miliar sampai sang anak menyelesaikan empat tahun kuliah. (sumber: kompas 24 Juli 2007)
Keberadaan tempat atau situasi tempat juga menjadi pilihan. Karena kondisi tempat yang jauh dari negara asal juga mempengaruhi cost terlebih dengan kebudayaan yang berbeda pula. Faktor kesiapan diri seseorang baik secara mental dan fisik menjadi perhatian terpenting. Dengan kondisi yang serba baru,bahasa berbicara yang baru,budaya, jauh dari tempat tinggal merupakan hal yang harus disiapkan calon mahasiswa.
Bagi orang tua, bagaimana menyekolahkan anaknya yang akan melanjutkan studi di luar? Bagaimana dengan kesiapan-kesiapan sebelum calon mahasiswa berangkat di luar? Bagaimana dengan pola studi disana? Pendidikan memang merupakan investasi terbesar untuk seseorang dalam kehidupannya beberapa tahun kedepan, pertanyaan-pertanyaan tentunya akan selalu muncul tergantung bagaimana kesiapan pribadi seorang calon mahasiswa?
(Agus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar