Rabu, 13 Oktober 2010

TANTANG “PENGANGGURAN TERDIDIK” MENUJU HARI ESOK LEBIH BAIK

“(Ria Enes) Susan... Susan.... Susaan... Kalo gede, mau jadi apa? (Susan) Aku kepengen pinter, biar jadi dokter.” Berikut merupakan kutipan dari nyanyian lagu tahun ’90 an, begitu besar keinginan anak-anak sampai-sampai saat ini tergambar dengan adanya acara televisi yang menjanjikan masa depan (diluar aspek pendidikan moral). Bahkan demi meraih sebuah hasil cita-cita maksimal. Seorang anak akan terus melanjutkan proses studi sampai dengan studi tertinggi sarjana, doktor ataupun dengan gelar professor.

Lain cita-cita, lain kebutuhan, lain juga kenyataan. Perubahan keadaan ekonomi secara menyeluruh yang dimulai tahun 1997 hingga saat ini menimbulkan dampak ketidakseimbangan antara kebutuhan masyarakat dan penyediaan tenaga kerja. Terlebih belum lama ini yang sangat mengkhawatirkan naiknya harga minyak mentah dunia termasuk kebutuhan pokok lain menjadi pemicu dari segi ekonomi. Sementara dari permasalahan pendidikan dapat bermula dari kebijakan manajemen pembelajaran (secara mikro), dan kebijakan pendidikan secara nasional (secara makro). Bila diliat dari dua aspek tersebut ekonomi makro cukup memerlukan waktu lama, padahal lapangan kerja harus segera diatasi karena menyangkut hajat hidup orang utama. Maka harus ada terobosan alternatif untuk mengatasi masalah ini. Pengangguran terdidik memerlukan solusi khusus karena jenis pekerjaan yang diinginkan harus sesuai dengan tingkat pendidikan. Sehingga aspek peningkatan pendidikan diharapkan dapat bersaing dengan pasar bebas yang merambah masuk ke Indonesia.

Menjadi pelajar agar mampu berpikir konstrutif, kreatif dan inovatif dengan pendidikan dasar, menengah dan atas yang baik, sehingga dapat menjadi pelopor dalam membangun secara bertahap kondisi negara. Serta mendorong usaha pemerintah (sumber humas Depdagri) dengan memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan dan menyediakan balai-balai latihan kerja untuk meningkatkan keterampilan angakatan kerja baru. Disamping, mendorong agar dana pendidikan dapat lebih diperbanyak bagai mahasiswa di perguruan tinggi atau akademi agar dapat menghasilkan lebih banyak tenaga kerja level menengah ke atas (bidang manajerial) dan mengurangi tenaga kerja rendah.

Usaha-usaha menghindari meningkatnya pengganguran terdidik juga menjadi usaha dari Depdiknas, salah satunya mendorong SMK berkualitas serta pengembangan dan memperbanyak jumlahnya dibandingkan SMU yang ada dengan persentase 70% SMK dan 30% SMU. Hal senada juga diutarakan Suyanto selaku Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) “SMK sebagai sekolah yang memberikan berbagai jenis keterampilan kerja, menjadi solusi tepat dalam mengatas persoalan pengganguran terdidik. Depdiknas terus mendorong pemda untuk memperbanyak jumlah siswa”. Suyanto menambahkan hal tersebut tentunya juga akan didorong dengan bantuan dana serta peralatan pratikum untuk para siswa. (sumber:bipnewsroominfo.com).

Kualitas Perguruan Tinggi

Lalu, bagaimana dengan perguruan tinggi? Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan yang menghasilkan sarjana-sarjana diharapkan mampu menciptakan inovasi di tengah banyaknya pengganguran. Namun di sisi lain, kuantitas dan kualitas perguruan tinggi menjadi tanda tanya besar dalam menjawab tantangan problem masyarakat. Ambil contoh Politeknik Negri Jakarta (PNJ) yang menciptakan pendidikan berkualitas dengan acara seminar maupun cerdas cermat bagi SMU dalam menghadapi masa depan. Lalu bagaimana usaha lain penyelenggara pendidikan perguruan tinggi menghadapi era perkembangan jaman yang terus bergulir?

Saat ini penyelenggara pendidikan di perguruan tinggi lebih bersifat membuka jurusan yang banyak diambil oleh calon sarjana, sebut saja teknik informatika, ekonomi, ilmu sosial dan beberapa jurusan lain. Sedangkan fisika, matematika ataupun ilmu sains tidak menjadi pilihan karena ilmu tersebut “dianggap bukan ilmu siap pakai dalam dunia kerja”. Tapi ironisnya beberapa universitas berani membuka jurusan yang banyak menjadi minat (daripada harus tutup) tanpa diperkuat ahli professional dalam bidangnya, alhasil lulusan dari program studi itu tidak memiliki bekal ilmu yang cukup sehingga menjadi sarjana yang tidak mampu bersaing dan akhirnya pengganguran akan semakin meningkat jumlahnya.

Peningkatan Mutu dan Kompetensi SDM

Menurut Depatemen Tenaga Kerja (Depnaker) peningkatan mutu dan kompetensi SDM menjadi faktor terpenting dalam mengurangi jumlah angka pengganguran. Beberapa faktor diantaranya menciptakan keterkaitan link and match (saat ini masih output oriented belum job oriented) antara sistem pendidikan nasional dan sistem ketenagakerjaan. Mengurangi angka anak putus sekolah dalam pelaksanaan wajib belajar 12 tahun, meningkatkan pendidikan/keterampilan kewirausahaan (entrepreneur) bagi angkatan kerja sehingga mampu membuka lapangan kerja.Dari hal tersebut dapat menciptakan pertumbuhan seimbang antara jumlah angkatan kerja dengan pertambahan penduduk. Sehingga saatnya bagi kita saat ini untuk TANTANG “PENGANGGURAN TERDIDIK” MENUJU HARI ESOK LEBIH BAIK !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar